Menjelang 2026, satu pola besar mulai terlihat jelas di industri smartphone. Inovasi terus berjalan, terutama di sisi kecerdasan buatan, tetapi spesifikasi hardware tidak lagi mengikuti dengan laju yang sama. RAM, yang selama bertahun-tahun menjadi simbol kemajuan dan pembeda antarperangkat, kini justru berada dalam fase penyesuaian. Bukan karena teknologi berhenti berkembang, melainkan karena batas ekonomi dan pasokan mulai menentukan arah.
Dalam kurun 2023 hingga 2025, peningkatan RAM terasa agresif. Kapasitas 12 GB berubah dari fitur premium menjadi standar kelas menengah atas. Angka 16 GB hingga 24 GB bahkan sempat dipromosikan sebagai kebutuhan masa depan. Saat itu, narasinya sederhana dan mudah diterima. AI akan semakin kompleks, maka RAM harus ikut membesar. Namun memasuki 2026, asumsi tersebut mulai dibenturkan dengan realitas industri global.
AI Tidak Lagi Opsional, tapi Beban Tetap Sistem
Perubahan paling mendasar terletak pada peran AI di smartphone. AI kini bukan fitur tambahan yang diaktifkan sesekali, tetapi bagian dari sistem yang terus bekerja. Kamera memanfaatkan AI hampir di setiap proses, dari pengenalan objek hingga penyempurnaan hasil foto. Aplikasi produktivitas mengandalkan ringkasan otomatis dan analisis konteks. Sistem operasi sendiri semakin aktif mempelajari kebiasaan pengguna.
Semua proses tersebut berjalan langsung di perangkat. Artinya, RAM tidak hanya dipakai saat aplikasi dibuka, tetapi terus teralokasi untuk berbagai proses latar belakang. Dari sudut pandang teknis, ini membuat kebutuhan memori menjadi lebih stabil dan konsisten. Namun di saat yang sama, kemampuan industri untuk terus menaikkan kapasitas RAM justru terbatas.
Industri Memori Berpindah Fokus
Sepanjang 2025, industri semikonduktor global menunjukkan pergeseran prioritas yang tegas. Produsen memori besar seperti Samsung dan SK Hynix semakin memusatkan investasi pada memori untuk server dan pusat data AI. Segmen ini menyerap volume produksi besar dan menawarkan margin keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan DRAM untuk smartphone.
Dampaknya terasa langsung di pasar ponsel. Pasokan DRAM mobile menjadi lebih ketat, sementara harga memori meningkat. Bagi produsen smartphone, RAM berubah dari komponen yang relatif fleksibel menjadi titik biaya yang sensitif. Setiap penambahan kapasitas berarti konsekuensi langsung pada harga jual atau margin keuntungan.
Dalam kondisi seperti ini, pendekatan agresif menjadi berisiko.
Flagship Mulai Mengunci Batas Realistis
Di segmen flagship, perubahan strategi mulai terlihat jelas. Beberapa tahun lalu, RAM besar menjadi simbol ponsel tanpa kompromi. Kini, simbol tersebut mulai bergeser ke efisiensi dan keseimbangan.
Pada 2026, RAM 12 GB diperkirakan menjadi batas atas yang paling rasional untuk pasar luas. Kapasitas ini dinilai cukup untuk menopang AI lokal, multitasking berat, serta perekaman video resolusi tinggi tanpa hambatan berarti. Di atas angka tersebut, peningkatan performa semakin sulit dirasakan oleh mayoritas pengguna dalam penggunaan sehari-hari.
RAM 16 GB atau lebih tidak sepenuhnya menghilang, tetapi posisinya menjadi lebih spesifik. Kapasitas tersebut lebih banyak ditawarkan pada varian Pro, Ultra, atau ponsel gaming yang memang ditujukan untuk kebutuhan khusus. Sementara itu, flagship reguler cenderung bertahan di 8 GB demi menjaga harga tetap berada di titik yang lebih aman bagi pasar.
Langkah ini mencerminkan perubahan cara produsen memandang nilai jual. Angka besar tidak lagi selalu berarti nilai tambah.
Kelas Menengah Mengalami Koreksi Paling Nyata
Dampak paling terasa justru terjadi di kelas menengah. Dalam dua tahun terakhir, RAM 8 GB sempat menjadi standar baru bahkan di ponsel harga menengah. Namun memasuki 2026, standar tersebut mulai terkoreksi.
RAM 6 GB diperkirakan kembali menjadi konfigurasi paling umum. Untuk segmen entry level, 4 GB masih dipertahankan, meski dengan keterbatasan yang semakin jelas. Multitasking lebih cepat mentok, aplikasi latar belakang lebih sering tertutup, dan fitur AI lanjutan tidak selalu berjalan optimal.
Di tengah kondisi ini, strategi pemasaran ikut menyesuaikan. Banyak produsen menampilkan angka RAM besar dengan menggabungkan RAM fisik dan memori virtual dari penyimpanan internal. Pendekatan ini terlihat menarik di spesifikasi, tetapi dalam penggunaan nyata, memori virtual tidak mampu menggantikan peran RAM fisik untuk beban kerja berat seperti AI dan gim.
Jadi, Berapa RAM yang Layak di 2026?
Melihat arah industri dan pola penggunaan, jawabannya semakin mengerucut. Untuk mayoritas pengguna, 8 GB masih layak dan relevan di 2026. Pengguna yang aktif memanfaatkan AI lokal, sering berpindah aplikasi, atau bermain gim berat akan lebih nyaman dengan 12 GB.
Di atas itu, manfaatnya semakin spesifik. RAM 16 GB bukan standar baru untuk semua orang, melainkan solusi untuk kebutuhan tertentu. Bukan keharusan, dan bukan lagi tolok ukur utama kualitas smartphone.
Penutup
Tahun 2026 menandai fase kedewasaan industri smartphone. Persaingan tidak lagi ditentukan oleh siapa yang berani memasang angka RAM paling besar, tetapi oleh siapa yang paling efisien memanfaatkan sumber daya. Di tengah tekanan pasar memori global dan AI yang terus berkembang, keseimbangan antara performa, harga, dan optimasi menjadi penentu arah smartphone generasi berikutnya.
